Penulis Artikel “Jenderal di Jabatan Sipil: Mana Merit ASN?” Alami Intimidasi dan Kekerasan

KONEK NEWS – Pada 22 Mei 2025, sebuah artikel opini berjudul Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN? ditayangkan di kanal kolom Detik.com. Tulisan ini, yang ditulis oleh seorang warga sipil berinisial YF, seorang aparatur sipil negara (ASN) sekaligus mahasiswa S2 di salah satu kampus ternama di Indonesia memicu gelombang kontroversi.

Artikel tersebut mengkritik pengangkatan Letnan Jenderal (Purn.) TNI Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai di Kementerian Keuangan, sebuah langkah yang dinilai melanggar prinsip meritokrasi dalam sistem Aparatur Sipil Negara (ASN).

Namun, tak lama setelah publikasi, artikel tersebut dihapus, dan penulisnya dilaporkan mengalami intimidasi serta kekerasan, memunculkan pertanyaan serius tentang kebebasan berekspresi di Indonesia.

Latar Belakang Kontroversi

Artikel opini YF menyoroti isu sensitif: penempatan perwira militer, baik aktif maupun purnawirawan, dalam jabatan sipil strategis.

Dalam hal ini, pengangkatan Letjen (Purn.) Djaka Budi Utama, yang memiliki latar belakang militer dan kedekatan dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto, dianggap tidak selaras dengan prinsip meritokrasi ASN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

UU tersebut menegaskan bahwa pengisian jabatan ASN harus berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja, bukan latar belakang militer atau koneksi politik.

Pengangkatan ini bukanlah kasus pertama. Sebelumnya, penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil telah menuai kritik, seperti pengangkatan KSAD Jenderal Andika Perkasa sebagai Komisaris Utama PT Pindad dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo sebagai Komisaris PT Dirgantara Indonesia pada 2021.

KontraS menilai langkah ini melanggar Pasal 47 ayat 1 UU TNI, yang mewajibkan prajurit TNI pensiun sebelum menduduki jabatan sipil.

Kritik terhadap pengangkatan Djaka menyoroti potensi gangguan terhadap profesionalisme birokrasi sipil dan hambatan bagi karier ASN yang telah meniti jalur meritokrasi.

Intimidasi dan Kekerasan terhadap Penulis

Beberapa jam setelah artikel YF tayang, penulis dilaporkan mengalami dua insiden intimidasi yang mengancam keselamatannya.

Insiden pertama terjadi saat ia mengantar anaknya ke taman kanak-kanak, di mana dua pengendara motor berhelm full-face menyerempet dan mendorongnya hingga terjatuh.

Insiden kedua terjadi ketika ia kembali diserempet oleh pengendara tak dikenal hingga terjatuh. Akibat ancaman ini, YF meminta Detik.com menghapus artikelnya demi alasan keselamatan.

Redaksi Detik.com mengklarifikasi bahwa penghapusan dilakukan atas permintaan penulis, bukan rekomendasi Dewan Pers, sebagaimana sempat dispekulasikan.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dengan tegas mengecam tindakan intimidasi ini. Koordinator Advokasi AJI, Erick Tanjung, menyebut penghapusan artikel dan intimidasi terhadap penulis sebagai bentuk represi yang mengingatkan pada praktik otoriter masa Orde Baru.

Ia menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menjamin perlindungan hak tersebut serta menghentikan tindakan represif.

Dampak pada Kebebasan Berekspresi

Kasus ini memicu diskusi luas di media sosial dan grup WhatsApp tentang ancaman terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia.

Penghapusan artikel YF, meskipun atas permintaan penulis, menimbulkan persepsi adanya tekanan eksternal.

AJI menilai tindakan ini mencederai demokrasi, terutama karena hak untuk menyampaikan kritik adalah amanat konstitusi.

Sejumlah pengamat, termasuk Novi Basuki dari EksposKaltim, mendorong penulis untuk melaporkan ancaman tersebut kepada aparat penegak hukum.

Ia juga menyarankan Detik.com untuk memberitakan insiden intimidasi tersebut secara transparan untuk mengonfirmasi pihak-pihak yang terlibat.

Namun, hingga kini, belum ada laporan resmi ke polisi, dan Detik.com hanya memberikan klarifikasi terbatas melalui editornya, Ajat Sudrajat, yang menolak pernyataannya dikutip.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *